Tujuan
Memahami terjadinya ikatan antar molekul dalam dimmer asam karboksilat yang berbentuk ikatan hidrogen.
Latar Belakang
Asam karboksilat rantai pendek pada umumnya mempunyai sifat sebagai cairan dengan titik didih yang tinggi. Hal ini disebabkan terjadinya ikatan hidrogen dari dua unit asam karboksilat sehingga asam karboksilat berada dalam bentuk dimmer. Kekuatan ikatan hidrogen ini akan sangat tergantung pada bentuk konformasi dimmer asam karboksilat. Untuk mengenal kemungkinan terjadinya ikatan hidrogen dalam dimmer asam karboksilat, dapat dilakukan pemodelan interaksi berdasarkan kemungkinan konformasi yang terbentuk antar asam karboksilat. Energi interaksi yang berharga paling negatif akan menunjukkan kekuatan ikatan hidrogen yang besar.
Energi interaksi antar molekul dapat dihitung berdasarkan prinsip supermolekul, artinya energi interaksi (Einteraksi) dihitung dari selisih energi antara energi kompleks EAB dengan energi masing-masing monomer (EA dan EB).
Einteraksi = EAB – EA – EB
Prosedur
1. Gambarkan senyawa karboksilat dalam bentuk dimmer dengan berbagai bentuk konformasi (1, 2 dan 3). Atur agar jarak antara atom H dari gugus hidroksi dengan atom O karbonil mempunyai jarak sekitar 2 Å. Anda dapat menggunakan fungsi Ctrl+anak panah atau Ctrl+Shift+anak panah untuk mengatur posisi dua senyawa karboksilat tersebut.
2. Gunakan metode semiempiris (semi-empirical) AM1 pada menu Setup, lalu optimasi struktur dimmer karboksilat. Untuk melihat apakah struktur dimmer teroptimasi dapat melakukan ikatan hidrogen, pilih recompute H bond pada menu Display. Ikatan hidrogen akan ditandai dengan garis putus-putus pada atom H dari gugus hidroksil dengan atom O karbonil.
3. Untuk melakukan perhitungan energi interaksi (ΔEdimer), gunakan rumusan
ΔEdimer = Ekompleks – Ekar1 – Ekar2
Ekompleks = energi hasil optimasi dimmer karboksilat
Ekar1 = energi monomer karboksilat (1)
Ekar2 = energi monomer karboksilat (2)
Cara mencari adalah dengan menghilangkan senyawa monomer karboksilat (2) (ingat : pada bentuk dimmer yang telah dioptimasi) dan melakukan perhitungan energi single point. Diperoleh dengan menghilangkan monomer karboksilat (1) dan melakukan energi single point.
4. Lakukan hal yang sama dengan menggunakan metode mekanika molekular MM+.
LAPORAN PRAKTIKUM PERCOBAAN XIX
Metode | Dimer | Ekompleks | Ekar1 | Ekar2 | ΔEdimer |
AM1 | I | - 1551,1 | - 772,28 | - 772,28 | - 6,62 |
II | - 1547,6 | - 772,3 | - 772,3 | - 2,4 | |
III | - 1551,3 | - 772,3 | - 772,3 | - 6,7 | |
MM+ | I | - 15,39 | - 6,007 | - 6,001 | - 3,382 |
II | - 6,78 | - 5,98 | - 0,44 | - 0,36 | |
III | - 12,8 | - 6,01 | - 5,55 | - 1,24 |
Analisis
· Dari ketiga bentuk dimer, semuanya memiliki energi kompleks teroptimasi yang hampir sama (pada metode AM1).
· Kemungkinan terbentuknya ikatan hidrogen bergantung pada konformasi senyawa, jika jarak antara atom H dari gugus hidroksi dari monomer yang satu dengan atom O karbonil dari monomer yang lainnya mempunyai jarak yang cukup jauh, maka ikatan hidrogen menjadi lemah atau tidak terbentuk sama sekali.
· Jika dibandingkan, metode AM1 menunjukkan nilai energi kompleks teroptimasi yang jauh lebih besar dibandingkan metode MM+, tetapi nilai ΔEdimer hampir sama. (Ketidaksesuaian hasil percobaan dengan teori mungkin disebabkan karena penggambaran dimer yang kurang tepat, sehingga mempengaruhi perhitungan energi pada single point)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar